Thursday, December 26
Shadow

Cerita Seks Wanita Uchiha. Yang Cintaku

Bagikan

Memakai rok warna hitam yang 10cm dari lutut, bersepatu mirip pantovel dengan tali yang melintang di bawah pergelangan kakinya.. Payudaranya yang berukuran 36B itu.. Rambutnya terurai panjang hingga punggung, wajahnya yang cantik nyaris serupa dengan penyiar cantik yang terkenal itu.

Miranda namanya, selalu mengusik kalbuku hingga kini. Aku mulai mengenalnya dalam sebuah pertemuan, dia adalah supervisor bagian valas disebuah bank terkemuka di ibukota. Kebetulan waktu itu tampil dalam business gathering sebagai penyanyi dari trio tiga cewek, teman sekerjanya. Aku adalah seorang eksekutif..

Pernah gagal dalam pernikahan jadi kini sendiri kalau orang bilang sih duren, duda keren he he he. Sejak pertemuan business gathering, aku semakin tertarik padanya; dengan segala usahaku mencari tahu nomor ponselnya, kemudian aku menjadi nasabahnya.. He

Pada suatu kesempatan yang baik, aku berhasil mengundangnya makan siang, keluar sebentar dari kantornya. Berusaha aku menyatakan ketertarikanku..

Waktu itu menunjukkan kira-kira jam 23.00. Suasana di jalan relatif sepi di Senin malam itu. Lama telah aku pelajari bahwa di akhir bulan Miranda biasanya pulang jam 23.00 dan mengendarai taxi. Aku telah memarkirkan Mitsubishi Kudaku 10 meter sebelum kantornya.. Biasanya Miranda pasti berjalan sejauh itu untuk mencari taxi karena tidak ingin bersaing dengan pemakai taxi lainnya. Aku berdiri di sisi jalan dengan kepala bertopi dan berkacamata hitam.

Secepat kilat aku menyambar mulutnya dengan saputangan yang mengandung cloroform. Miranda langsung lemas.. Langsung aku angkut ke dalam jok mobil belakang. Serta dengan langkah awal pengamanan aku sumbat mulutnya dengan lakban serta mengikat tangannya ke belakang dengan lakban yang sama.

Aku bergerak meninggalkan tempat itu, melarikan mobilku ketempat yang lebih sepi. Ku parkir sejenak.. Kulihat Miranda masih belum sadar.. Hemm langsung aku pindahkan ke dalam sebuah koper besar yang sudah kusiapkan dibagasi.

Lalu meluncurlah Kudaku menuju apartemant. Tanpa curiga apa-apa pihak keamanan hanya tersenyum saat aku tiba dan mendorong koperku itu masuk ke lift.. Naik ke lantai 14 masuk ke apartemanku 1404. Kubuka koperku, Miranda yang masih belum sadar itu aku ikat ulang dengan tali plastik kuning.

“Mmmpphh.. Mmmpphh.. Praanngg!!”

Lamunanku buyar saat kulihat Miranda meronta-ronta hingga kakinya menendang gelas wineku hingga terjatuh dan pecah!

“Crreett..”

Lakban yang menutup matanya aku lepas. Sementara aku sudah melepaskan topeng teletubbies yang kupakai. Sadar Miranda bahwa dia diculik olehku, matanya menunjukkan kebencian dan kemarahan namun hanya mmpphh.. mmpphh.. saja yang terdengar di kamarku.

“Oh Mirandaku sayang.. Kalau kamu tidak menolak cinta ku, kejadiannya tidak akan seperti ini..”

Wajahku menunjukkan penyesalan padanya lalu perlahan aku cabut lakban yang membungkamnya sambil mengancam.

“Awas kalau kamu berteriak..”.
“Mmmpphh.. Haah.. Haah..” Miranda mengambil nafas.

“Apa yang kamu lakukan Mas Dony.. Di mana aku sekarang.. Lepaskan aku.. Lepaskan ugh.. Ugh,” kalimat yang pasti akan keluar dari mulut Miranda sambil meronta-ronta.

“Wallah.. Kamu ini lucu sekali.. Mana mungkin aku lepasin kamu ha.. Ha.. Ha.. Haa..!”
“Tenanglah Miranda, kamu aman di sini.. Salahmu menolak cinta ku beginilah akibatnya..!”
“Apa yang Mas mau dari saya? Kenapa Mas menculik saya?” tanyanya
“Sudah..!! Kamu diam dulu.. Kalau enggak aku lakban lagi mulutmu!!” ancamku seraya bersiap-siap merobek lakban..
“Jangan Mas.. Jangan”

Lalu aku bopong Mirandaku yang terikat itu ke kamar tidur yang satu lagi di apartemanku.

“Selamat beristirahat Miranda.. Semoga kamu betah disini..” ledekku kemudian mengunci kamar itu dari luar.

Jadilah Miranda terikat erat dan disekap di salah satu kamar di apartemanku.

Malam itu aku membiarkan Miranda ‘menikmati’ keberadaannya di kamar itu. Aku hanya mengamatinya dari kamarku saat melihatnya bergerak meronta-ronta di kamarnya. Pagi itu aku sempat menengoknya di kamarnya lalu kusuapi dirinya dengan sarapan pagi nasi goreng buatanku.

“Siapa yang masak Mas..” Miranda yang sudah agak tenang, dalam keadaan terikat erat, mulai membuka pembicaraan.
“Siapa lagi?” balasku bertanya.
“Mas.. Aku mesti ke kantor nich.. Lepasin dong..”
“Kamu bohong.. Kamu khan baru mulai cuti 2 (dua) minggu..” sergahku.
“Wah kok Mas tahu??”

“Senin siang aku telpon kamu mau tanya Euro, seperti biasa kamu dengan sombongnya menolak telponku.. Tanpa sengaja kolegamu bilang kamu mau cuti besok.. Nah berliburlah kami disini haa.. Ha.. Ha.. Haa..!”

Sejenak wajah cantik yang agak tenang itu berubah khawatir.. Aku memang sudah mempelajari kehidupannya. Miranda yang mandiri ini memang hidup jauh dari Ayahnya di Surabaya. Ibunya sudah wafat 5 tahun yang lalu dan Ayahnya kawin lagi.

Miranda mengontrak di salah satu rumah susun yang cukup representatif di kawasan Benhil. Jadi bagiku sungguh tepat momentum yang kudapatkan untuk menculiknya. Usai sarapan dan minum teh hangat, mulutnya aku jejali saputangan yang masih mengandung cloroform..